• iconJl. Jendral Sudirman, Kotagajah, Lampung Tengah
  • iconinfo@stisda.ac.id
RESENSI BUKU:  Pancasila Sebagai Kompas Perjalanan Bangsa Indonesia

RESENSI BUKU: Pancasila Sebagai Kompas Perjalanan Bangsa Indonesia

Buku ini lahir dari renungan sekaligus refleksi panjang KH. As’ad Said Ali, seorang santri lulusan Pondok Pesantren Krapyak, Bantul, Jogjakarta, asuhan KH. Ali Ma’shum, yang juga alumnus kampus biru Universitas Gadjah Mada (UGM), sekaligus birokrat yang dipercaya sebagai Wakil Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) sejak 2001.Pancasila-Sebagai-Kompas-Perjalanan-Bangsa-Indonesia

Dalam momen bulan kelahiran Pancasila ini, baginya, bahwa Pancasila tidak bisa diubah karena sama dengan mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan sebagai perekat kebhinekaan atau sebagai watak bangsa.

Pancasila adalah titik pertemuan atau nukthatul liqo yang lahir dari suatu kesadaran bersama pada saat krisis. Tentu saja, kesadaran tersebut muncul dari kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar membentuk bangsa yang besar. Pancasila adalah suatu konsensus dasar yang menjadi syarat utama terwujudnya bangsa yang demokratis, halaman viii.

Keberadaan energi Pancasila dalam sanubari rakyat Indonesia secara tidak langsung dilukiskan oleh Mufti Syria, Syekh Ahmad Kaftaru, pada tahun 1987, ia menyatakan, kagum terhadap Indonesia setelah berkunjung ke Jakarta dan kawasan Puncak, dia melukiskan daerah Puncak layaknya potongan surga (jannah) didunia.

Dia melukiskan orang Indonesia yang murah senyum, memberi hormat kepada orang yang baru dikenal dengan membungkukkan badan, terkenal toleran dan terpancar kesabaran serta tutur kata yang halus. Syekh Ahmad Kaftaru menyatakan dirinya sebagai orang Arab merasa malu kalau membandingkannya dengan dunia Arab yang tercerai berai dan saling bermusuhan. Seharusnya orang Arab memberi contoh kepada orang ajam (non-Arab), karena telah lebih dahulu mengenal budaya Islam, halaman xvi.

Buku istimewa yang ditulis Wakil Ketua Umum PBNU masa khidmat 2010-2015 ini dijabarkan dalam 8 (delapan) BAB besar, yaitu; BAB 1 Pendahuluan, BAB 2 Pengalaman Pengamalan Pancasila, BAB 3 Mencari Pemahaman Baru, BAB 4 Politik dan Demokrasi.

Pancasila-Sebagai-Kompas-Perjalanan-Bangsa-Indonesia

Selanjutnya, BAB 5 Agama dan Negara, BAB 6 Perdebatan dan kebijakan Ekonomi, BAB 7 Pertarungan Ideologi : Indonesia Kini dan BAB 8 Penutup.

BAB 1 Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan dengan diawali dengan survey pada 2007 oleh PPIM UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, bahwa rakyat / responden lebih mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Pancasila sebanyak (84,7%) ketimbang beraspirasi negara Islam (22,8%).

Pancasila ternyata masih dipercaya rakyat sebagai ideologi nasional dibanding ideologi lainnya. Kepercayaan relatif tinggi tersebut agaknya dapat menepis keraguan sebagian kalangan akan signifikansi Pancasila sebagai ideologi negara, halaman 1-14.

BAB 2 Pengalaman Pengamalan Pancasila.

Pada bab ini menguraikan sejarah pengamalan Pancasila dari satu rezim ke rezim lainnya. Ada suatu masa ketika Pancasila dipahami hanya sebagai identitas kelompok, sehingga harus berbenturan dengan paham lainnya. Ada suatu masa tatkala Pancasila diagungkan dan dimitoskan, walau kemudian diperalat oleh kekuasaan. Lintasan sejarah penting untuk dipahami dalam kerangka mencari titik pijak baru dalam menyegarkan pemahaman terhadap Pancasila agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, halaman 15-49.

 BAB 3 Mencari Pemahaman Baru.

Pada bab ini yang mengurai penyegaran pemahaman Pancasila diawali dengan berbagai wacana yang berkembang seputar ide revitalisasi Pancasila. Berdasarkan gagasan-gagasan tersebut, beberapa hal penting, pertama, domain Pancasila sebagai ideologi negara berada di dalam ruang publik kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, hubungan Pancasila dengan ideologi-ideologi lain yang berkembang di Indonesia harus saling kompatibel, halaman 50-98.

 BAB 4 Politik dan Demokrasi.

Pada bab ini, alumnus Fakultas Sospol jurusan Hubungan Internasional, UGM, Sleman, Jogjakarta ini menjelaskan hubungan diantara Pancasila dengan kehidupan Politik berdasarkan demokrasi. Asumsi penting pada bab ini adalah keberlakuan Pancasila dalam ruang publik.

Berdasarkan asumsi itu dirumuskan gagasan tentang bagaimana melakukan kontekstualisasi Pancasila dalam hidup berdemokrasi, serta bagaimana menjadikan Pancasila sebagai parameter kehidupan politik kenegaraan,  halaman 99-152.

 BAB 5 Agama dan Negara.

Pada bab ini menyoroti secara khusus hubungan agama dan negara. Bahasan diawali dengan sejarah pemahaman hubungan agama dan negara hingga terjadinya simpang jalan di antara Islam dengan negara. Dari situ ditarik gagasan perlunya meletakkan agama sebagai landasan etik dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Itu adalah formulasi dari prinsip-prinsip dasar konstitusi yang tidak menghendaki negara agama dan juga negara sekuler, halaman 153-205.

 BAB 6 Perdebatan dan kebijakan Ekonomi.

Pada bab ini dijabarkan secara mendalam perdebatan konsepsi ekonomi Indonesia. Selain menguraikan panjang lebar riwayat perdebatan yang berpuncak pada proses amandemen 1945, juga dipaparkan dinamika kebijakan ekonomi Indonesia. Karena ada distansi antara perdebatan dan kebijakan, maka perlu digagas sebuah pendekatan yang mampu mempertemukan kebijakan dengan perdebatan sebelumnya, halaman 206-263.

BAB 7 Pertarungan Ideologi: Indonesia Kini.

Pada bab ini diuraikan menyoroti lingkungan strategis Pancasila dengan memperhatikan perturangan ideologi-ideologi mutakhir baik ideologi sekuler kanan dan kiri maupun ideologi maupun ideologi berbasis keagamaan.

Masalah itu perlu diperhatikan mengingat kompleksitas pertarungannya “sulit” disamakan dengan pola yang terjadi pada abad ke-20. Arena pertarungan berlangsung pada level internasional dan pengaruhnya di Indonesia tak bisa dielakkan. Dengan mencermati masalah itu, kita dapat meletakkan Pancasila secara lebih pas, dan kontekstual, halaman 264-307.

Pancasila-Sebagai-Kompas-Perjalanan-Bangsa-Indonesia

 BAB 8 Penutup.

Pada bab ini dijabarkan refleksi agenda-agenda penting dari berbagai sudut, yang membawa kita melangkah menuju masa depan yang jauh lebih baik. Pancasila diterjemahkan melalui kerangka kerja yang lengkap dalam kehidupan sehari-hari, bahwa Pancasila masih membutuhkan penyegeran pemahaman. Melupakan Pancasila adalah sebuah kesalahan karena akan membuat perjalanan bangsa tidak menentu dan kembali ke titik nol, Pancasila masih diperlukan sebagai kompas perjalanan bangsa, halaman 308-327.

 Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, yang juga Mustasyar PBNU, KH. Ahmad Mustofa Bisri, dalam pengantar buku ini, menyampaikan,  buku relatif tebal ini tidak hanya merunut dari awal terumuskannya Pancasila hingga perjalanannya melalui Demokrasi Terpimpin-nya Bung Karno; Orde Baru-nya pak Harto, sampai zaman “reformasi” sekarang ini, tetapi juga mencoba meyakinkan akan pentingnya bahkan semakin pentingnya Pancasila dewasa ini.

Penulis buku ini berusaha keras menjelaskembangkan pengertia Pancasila tidak hanya sebagai ideologi dan Dasar Negara, tetapi juga membahas kaitan diantara Pancasila dengan Agama, menjelasjabarkan sila-silanya, bahkan menjelaskan secara rinci ideologi-ideologi lain yang “mengepung” Pancasila. Pendek kata, buku ini tidak hanya mencoba mengembalikan “citra” Pancasila, tapi juga berusaha membuktikan pentingnya Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini maupun dimasa yang akan datang.

Meskipun buku ini telah terbit tiga belas tahun yang lalu, namun isinya masih kontekstual dengan kondisi kebatinan kebangsaan saat ini, buku ini sangat penting untuk memperkaya referensi bagi para santri, mahasiswa, para pengurus oganisasi masyarakat (ormas), para akademisi, para peneliti, para pengurus oganisasi kepemudaan (OKP), dan khalayak masyarakat luas lainnya.

IDENTITAS BUKU:

Judul                            : Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa

Penulis                          : As’ad Said Ali

Penerbit                        : LP3ES, Jakarta

Tahun Terbit                 : Februari, 2009

Tebal                            : xxiii + 340 Halaman

Nomor ISBN               : 978-979-3330-82-2

Peresensi                    : Akhmad Syarief Kurniawan, warga NU, tinggal di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.